Nama : Titin
Nurhalimah
Nim : 1123070121
Kelas : MKS/ II/C
Analisis teoritis dengan pendekatan agama, sains, dan filsafat !!
Analisis teoritis dengan pendekatan agama, sains, dan filsafat !!
1)
Teori
Materi (Pendidikan)
Pendidikan
dapat kita lihat dari dua sisi yaitu pendekatan
teori dan praktik. Pendekatan teori adalah seperangkat
pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk
menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan
peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan
(empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna
pendidikan dalam konteks yang lebih luas. sedangkan pendekatan praktik adalah
seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan
tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh
perubahan perilaku.
Dari
kedua pendekatan tersebut merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan
dan saling terkait. pendekatan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut, pendekatan
teori dibagi menjadi 3 :

Pendekatan agama religi yaitu suatu
pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan
berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai
tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan,
metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan. Pendekatan religi terhadap pendidikan, berarti bahwa suatu
ajaran religi dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori atau konsep-konsep
pendidikan yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran
religi yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan, dapat
dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan. Materi pendidikan, metode,
bahkan sampai pada jenis-jenis pendidikan.
Teori
pendidikan disusun dari prinsip-prinsip yang berlaku umum, yang diterapkan
untuk memikirkan masalah-masalah khusus. Sebagai contoh, teori pendidikan silam
akan berangkat dari Al-Quran, sehingga ayat-ayat Al-Quran akan dijadikan
landasan dalam keseluruhan system pendidikan. Sebagai system etika terbaik
bukan hasil temuan empiris, bukan hasil eksperimen sains. Al-Qur’an datangnya
dari Allah yang sebagai “ Kitab Wahyu” yang mengungkapkan keyakinan orang mukmin
terhadap segala yang gaib, mendahului referensi terhadap perilaku yang dapat
diobservasi, Sudah teruji kebenarannya mutlak.
Terkait
dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan
dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu
Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis
Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat
aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya
(Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan
demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat
buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan agama, titik
tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini
dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian
mengerti, bukan sebaliknya.
Berdasarkan Al-Quran yang mengandung satu kesatuan pandangan tentang manusia
dan alam, Al-Quran memberikan landasan pemikiran yang berkaitan dengan manusia,
siapa manusia, dari mana manusia, dan mau kemana manusia, serta harus bagaimana
manusia berbuat dalam kehidupan didunia ini. Dalam hal ini, Al-Quran
menyediakan lapangan yang komprehensif universal tentang landasan dan tujuan
hidup manusia, yang sangat bermanfaat bagi para ahli pendidikan untuk menyusun
dasar dan tujuan pendidikan yang luas dan umum sifatnya. Hanya akan diikuti
oleh kelompoknya, atau atau para penganutnya yang sudah meyakini dan mengimani
kebenaran ajaran religi tersebut.

Pendekatan
sains ini, berkaitan dengan suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan
memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu
sebagai dasarnya. Melalui
pendekatan sains sebagai paradigma bagi pendidikan, berarti kita harus
meninggalkan seluruh fakta-fakta metafisik (gaib). Sains hanya berkepentingan
dengan fakta-fakta yang dapat dilihat. Sains tidak mampu menyentuh
elemen-elemen yang tidak dapat diobsesi dan diukur. Indera dan rasa bukan
satu-satunya alat untuk memperoleh pengetahuan sains tidak akan mampu
mengujinya secara empiris, dan secara keseluruhan.
Cara
kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan
prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris
menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui
pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu, dengan
berbagai cabangnya, seperti:
A. Sosiologi
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam
pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam pendidikan;
B. Psikologi
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi untuk
mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam belajar;
C. Administrasi atau manajemen pendidikan; suatu
cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji
tentang upaya memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan
dapat tercapai secara efektif dan efisien;
D. Teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek metodologi
dan teknik belajar yang efektif dan efisien;
E. Evaluasi
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi
pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa;
F. Bimbingan
dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari beberapa
disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa melalui
pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya
kepada akal atau rasio. Dimana pendidikan yang ada dapat dikembangkan dengan
observasi di lapangan dan harus sudah teruji bukan hanya sekedar dugaan atau
prediksi belaka. Sains
bersifat deskriptif menerangkan bagaimana atau mengapa sesuatu peristiwa
terjadi secara terperinci berdasarkan fakta dan data yang terkumpul.

Pendekatan Filsafat/Filosofi adalah
suatu pendekatan yang menelaah dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan
filsafat. Pendekatan
filosofis terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan
memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat.
Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filosofi
disebut filsafat pendidikan. Menurut Henderson (1959), filsafat pendidikan adalah
filsafat yang diterapkan/diaplikasikan untuk menelaah dan memecahkan
masalah-masalah pendidikan.
` Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam hidup dan kehidupan, dimana pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting dari kehidupan manusia. Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah yang lebih luas, kompleks, dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman indrawi maupun fakta-fakta faktual, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh sains pendidikan (science of education). Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia.
` Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam hidup dan kehidupan, dimana pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting dari kehidupan manusia. Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah yang lebih luas, kompleks, dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman indrawi maupun fakta-fakta faktual, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh sains pendidikan (science of education). Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia.
Cara
kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir
yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan. Berfikir sistematis
tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh
persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi
manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari
dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan
pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran
(standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia,
penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan
salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya,
atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita.
Dapat
disimpulkan bahwa, melalui pendekatan filosofi maka dibutuhkan analisa
rasional berpikir yang logis, sistematis dan totalitas (menyeluruh) dalam
memecahkan masalah-masalah pendidikan yaitu diperlukan suatu perenungan yang
lebih mendalam. Kajian rasional yang mendalam tentang pendidikan dengan
menggunakan semua pengalaman manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu
pengalaman kemanusiaan seseorang dapat diterapkan dalam menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan. Tujuan pendidikan biasanya berhubungan
langsung dengan tujuan hidup dan pandangan hidup individu maupun masyarakat
yang menyelenggarakan pendidikan.
Sedangkan
pendekatan praktik akan berkaitan secara langsung
dari proses pembelajaran yang berlangsung dalam keadaan nyata yang sedang
terjadi. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan hal yang mutlak harus kita
kerjakan secara terus menerus dalam kegiatan secara kontinue. baik dilingkungan
formal, non formal maupun informal.
2)
TEORI
KEBERADAAN FISIK
v PENDEKATAN AGAMA
Fisik sebagai
sifat yang artinya hadir di mana-mana. Menurut teisme timur, Allah hadir di mana-mana.
Mahahadir Ilahi, demikianlah salah
satu sifat ilahi, meskipun
dalam teisme barat telah menarik perhatian kurang filosofis
dari atribut seperti kemahakuasaan, kemahatahuan, atau menjadi kekal.
Dalam teisme
barat, Mahahadir kira-kira digambarkan sebagai kemampuan untuk menjadi
"hadir di mana-mana pada saat yang sama", merujuk pada kehadiran
tidak terbatas atau universal (pada saat yang sama, beberapa (seperti
Saksi-Saksi Yehuwa) mengklaim Tuhan tidak maha hadir).[1]
Hal ini terkait dengan konsep mana-mana, kemampuan untuk berada di mana atau di
banyak tempat sekaligus/ Karakteristik ini paling sering digunakan dalam
konteks agama, sebagai doktrin yang paling melimpahkan sifat dari omnipresen ke
dewa, superior biasanya sering disebut sebagai Tuhan oleh monoteis. Ide ini
berbeda dari Panteisme.
Hindu, dan agama lain yang berasal
daripadanya, menggabungkan teori dan mahahadir imanen
transenden yang merupakan makna tradisional kata, Brahman.
Teori ini mendefinisikan substansi universal dan mendasar, yang merupakan sumber
dari semua keberadaan fisik.
v PENDEKATAN SAINS
Teori
keberadaan fisik menurut pendekatan sains, adalah bukti nyata dari sebuah
kepercayaan yang dapat dilihat dan dirasakan. Seiring dengan perkembangan
teknologi dan pengetahuan yang semakin canggih. Lalu dibangunlah beberapa
tempat ibadah yang sebagai sarana beribadat dan juga wisata. Dengan IPTEK yang
luar biasa maka sarana tempat ibadah jga bisa menjadi multifungsi.
Contoh :
A. Bangunan Pura
Keberadaan fisik bangunan Pura
Besakih, tidak sekedar menjadi tempat pemujaan terhadap Tuhan YME, menurut
kepercayaan Agama Hindu Dharma, yang terbesar di pulau Bali, namun di dalamnya
memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung.
Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan
Alam Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah pulau Bali dan
sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat
bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang bermakna filosofis.
Makna
filosofis yang terkadung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur
kebudayaan yang meliputi:
- Sistem pengetahuan,
- Peralatan hidup dan teknologi,
- Organisasi sosial kemasyarakatan,
- Mata pencaharian hidup,
- Sistem bahasa,
- Religi dan upacara, dan
- Kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan itu diwujudkan dalam wujud budaya
ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Hal ini sudah muncul
baik pada masa pra-Hindu maupun masa Hindu yang sudah mengalami perkembangan
melalui tahap mitis, tahap ontologi dan tahap fungsional.
B.
Masjid
Kehidupan
umat Islam yang tetap cenderung mempertahankan eksistensinya sebagai hamba
ALLAH dengan memanfaatkan masjid sebagai sarana melaksanakan ibadah menunjukkan
betapa peranan masjid sangat strategis, khususnya berkaitan dengan fungsinya
sebagai Pusat Ibadah.
Namun, seiring berkembangnya zaman
masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah tapi bisa juga dimanfaatkan untuk :

Masjid
sebagai pusat kajian dalam rangka perluasan dan pendalaman wawasan keislaman
dan keilmuan melalui program kajian rutin harian, mingguan atau
bulanan baik berupa ceramah, seminar, kursus maupun pelatihan

Masjid
sebagai tempat melestarikan dan mengembangkan beragam tradisi dan seni yang
telah dilembagakan masyarakat muslim melalui program pembinaan qira’atul Qur’an
bit taghanni (membaca dengan lagu), latihan seni hadrah, pembacaan sholawat
Nabi , penyelenggaraan Peringatan Hari-Hari Besar Islam dan lain-lain

Masjid sebagai tempat pemberdayaan
kaum dhuafa dan mustad’afin (terutama fakirmiskin dan anak yatim) melalui
program pembentukan lembaga Zakat , Infak dan Shadaqah, lembaga ekonomi umat,
pemberian santunan kepada dhuafa dan pelatihan kewirausahaan
v PENDEKATAN FILSAFAT
Menurut pendekatan filsafat, Toeri keberadaan fisik
dinyatakan sebagai fenomena mistik (santet, roh gaib, dstnya) adalah fenomena
nyata. Bahkan kalau kita yang berasal dari daerah pelosok (termasuk saya),
fenomena gaib adalah hal yang lebih dipahami oleh masyarakat sekitar kita di
daerah asal tersebut dari pada Hukum Newton tentang gerak.
Tiap kitab agama apapun, keberadaan fenomena gaib ditempatkan sebagai sesuatu yang ada/nyata
Katakanlah bahwa sains modern modern dimulai sejak zaman Galileo Galilei (bapak
sains modern) Mungkin semenjak manusia pertama Adam ada, fenomena mistik telah
ada.
Salah satu tujuan sains, katakanlah sains fisika, adalah
untuk menjelaskan kenapa fenomena yang teramati dapat terjadi. Banyak fenomena
fisis yang teramati, baik yang sederhana sampai yang rumit, sejak zaman Galileo
(atau juga sebelumnya) telah dapat dijelaskan secara saintifik (artinya
memenuhi metodologi sains, katakanlah dalam arti sederhana ada seperangkat data
valid yang dibarengi penjelasan memuaskan). Katakan, ide yang penting dalam hal
ini adalah pengamatan dan penjelasan.
3)
TEORI
KEBERADAAN METAFISIKA
Metafisika
(Bahasa Yunani:
μετά (meta) = "setelah atau di balik", φύσικα (phúsika)
= "hal-hal di alam") adalah cabang filsafat
yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia.
Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas.
Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari
suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama
metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan
hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas
pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan
kemungkinan. Penggunaan
istilah "metafisika" telah berkembang untuk merujuk pada
"hal-hal yang di luar dunia fisik". "Toko buku metafisika",
sebagai contoh, bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada
buku-buku mengenai ilmu gaib, pengobatan alternatif, dan
hal-hal sejenisnya.
Ø PENDEKATAN AGAMA
Dalam
pendekatan agama, teori keberadaan metafisik sering disebut sebagai disiplin
filsafat metafisika telah di mulai semenjak zaman Yunani kuo. Dimana Metafisika
berasal dari bahasa yunani ta meta ta physica yang artinya “yang datang setelah
fisika” Metafisika sering disebut sebagai disiplin filsafat yang terumit dan
memerlukan daya abstraksi sangat tinggi (ibarat seorang mahasiswa untuk
mempelajarinya menghabiskan beribu-ribu ton beras), ber-metafisika membutuhkan
enersi intelektual yang sangat besar sehingga membuat tidak semua orang
berminat menekuninya.
Pada
dasarnya, teori keberadaan fisik Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua
yakni :
1). Ada sebagai yang ada; ilmu
pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa suatu
benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata tidak terkena perubahan, atau
dapat diserapnya oleh panca indera. Metafisika disebut juga Ontologi.
2). Ada sebagai yang iLLahi;
keberadaan yang mutlak, yang tidak bergantung pada yang lain, yakni TUHAN
(iLLahi berarti yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera).Epistemologi;
merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan
pengetahuan manusia.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa teori keberadaan fisik identik dengan hal-hal yang
berbau gaib. Dimana tenaga dalam serta Ilmu Ghaib
merupakan satu rangkaian, yang intinya mengaktifkan kekuatan/energi yang
berasal dari kekuatan Non-Sains. Yang kekuatannya bisa dari unsur luar yakni
jin atau qorin/sedulur papat) dan istilah bagi mereka yang berkecimpung di
dunia pencak silat dan olah pernafasan, metafisik disebut sebagai tenaga dalam,
yakni sebuah inti energi yang terletak pada kekuatan nafas dan pikiran
(visualisasi). Realitas keberadaan Tuhan yang tak terlihat adalah ghaib.
Ø PENDEKATAN SAINS
Dalam
pendekatan sains, terdapat beberapa Tafsiran Metafisika Dalam menafsirkan hal
ini, manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran
yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa
terdapat hal-hal gaib (supernatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi
atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini
disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang
misalnya animisme. Selain paham di atas, ada juga paham yang disebut paham
naturalisme. paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham
naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal
yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,
yang dapat dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham
naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka
gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan
hal-hal yang bersifat gaib itu.
Dari
paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang menganggap bahwa alam
semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah
Democritus (460-370 S.M). Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai
makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masing saling bertentangan yakni paham
mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk
makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum
vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan
hanya sekedar gejala kimia-fisika semata.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan sains
yang berhubungan dengan ilmu dan zaman yang terus berkembang ini metafisika
ternyata bisa melahirkan paham-paham baru seperti naturalisme,
supernaturalisme, materialism dsb. Yang dimana paham-paham tersebut dijadikan
sebagai kepercayaan orang terdahulu.
Ø PENDEKATAN FILSAFAT
Dalam
pendekatan filsafat, yang menuntut kita untuk berfikir secara rasional dengan
akal pikiran dan logis dapat diterima oleh akal. Ternyata ada dua tafsiran yang
juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham
monoistik dan dualistik. Sudah merupakan aksioma bahwa proses
berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya.
Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara
pikiran dan zat, keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala
disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat
ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik.
Dalam
metafisika, penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran)
yang bagi mereka berbeda secara substansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang
ditangkap oleh pikiran adalah bersifat mental. Maka yang bersifat nyata adalah
pikiran, sebab dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan filsafat. Ada 2 paham baru
yang muncul sebagai hasil pemikiran yaitu monoistik dan dualistic yang sifatnya
lebih kepada kejiwaaan seseorang atau mental diri tiap individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar